Tuesday, August 21, 2012

Ketika Kumpul Lebaran

Assalamualaikum.
Ketika kumpul lebaran pastinya langsung Salim. Salim yang nempelin tangan terus dicium, bukan Emir Mahira Salim yang juga pengen minta dicium. Duh, melengse lagi.
Lebaran kali ini saudara yang dateng dikit. Sedih. Pertama, karena rumah akung jadi nggak empet-empetan kaya biasanya kalo lagi rame-ramenya ngumpul. Kedua, tunjangan tahun ini jadi berkurang sesuai bude bude dan pakde pakde yang nggak dateng. Wesel dong de...
Setelah menyalimi dan nempelin tangan-tangan pakde bude mas mbak dan akung, kita foto foto. Kalo pakde bilang "dengan setengah anggota keluarga Soepardan gitu deh". Tapi ini nggak sampe setengah, ini sedikit sekali....


Jadi ceritanya langsung jepret sepuluh kali. Jarena posisiku yang keimpit si Mbak dan didempel dempel si kamseupay Shasa. Aku raiso obah. titik. Sedangkan mbak dan mas yang di depan iso maju maju sampe di jepretan terakhir sefoto isi muka mereka aja gitu loh. Okesip. Aku terlihat kalem kan? Alhamdulillah mengalemkan diri di hari yang fitri. cielah
Habis foto, udah diem aja gitu menunggu pakde dan bude membagikan tunjangan.....
Nah ini... jadi inget kalo udah lebaran berapa kali sendiri. Tiap-tiap lebaran ada yang berubah aja. Kayanya aja barusan pake baju lebaran rok warna kuning kalem dengan kembang kembang yang super unyu. Sholat di Alun-alun dan jalan kaki dari malioboro sambil bawa-bawa balon merah ngambang. Itu jaman kapan fries, kuwi jadul, 12 tahun yang lalu.
Dulu kalo pas kecil, rasa-rasanya tunjangan lebih banyak. Semakin membesar, semakin menyurut. Sedih... sedih... anak besar butuh biaya lebih banyak....
Dulu pas kecil, kalo ngumpul mainnya sama mas-mas dan mbak-mbak yang juga masih belum gede-gede amat. Nggak kaya sekarang udah pada kuliah akhir-kerja aja.
Ingetnya, aku mbiyen wes tau diajak mbalap karo masku. Ketika masih SD awal dan diajak sepedaan dengan mas sepupumu, tentu manut. Waktu itu, fasilitas yang digunakan jelas sepedaku. Sepeda dengan motif dalmantion item-putih super lucu yang sekarang lebih mirip sepeda motit trembelan karena udah ditempeli stiker sama Shasa. perusak kenangan masa kecil. Dibonceng, langsung diajak mbalap werrrr werrrr, sebagai adek mung iso meneng wae. Diajak ngepot-ngepot yo meneng wae. Sungguh menyedihkan sebagai adek perempuan yang bisanya diem aja, wes kadung dibonceng.
Kalo inget masa kecil gitu, jadi sadar hihihihi "aku udah gede ya". Ciee gede. Ya lebih gede dari kemarin-kemarin pada intinya.
Jadi, selamat ketemu di cerita lebaran taun depan. Semoga masih bisa cerita sampe lebaran-lebaran selanjutnya ya...
Wassalamualaikum


Sunday, August 19, 2012

Ketika Film Fiksi Kembali Diputar

Bangun, otomatis di dalam hati tanya "Itu tadi apa?" "Kok bisa?" "Maksudnya apa?"
Yang masih terekam, sifat yang berbeda dengan sosok yang udah lama nggak ketemu itu.
Senyum. Terlampau kalem. Ya walaupun emang kadar aslinya lumayan kalem dengan lengkungannya, tapi untuk tadi siang, itu terlalu kebangetan kalemnya.
Ketika reka ulang suasana kembali ditayangkan, "Itu tadi mimpi?"
Untungnya. Coba kalo bukan, harus apa dan gimana? stres mungkin. Seandainya nyata, tapi enggak. Ketika keadaan jauh jauh jauh lebih baik dari sekarang, hari ini. Kenyataan, masih sama. Walaupun di hari yang katanya mulai dari awal. nol-nol. Mencoba jelas udah, tapi sepertinya hasilnya juga nol. Mulai dari nol, usaha tidak nol, tapi hasil nol. Setidaknya sudah dicoba kan.
Kembali, mimpi. Ketika kalo mereka bilang "boci" disaat hari raya seperti ini membawa pikiran sampai malam ini. Bukan masalah tidur, tapi apa yang ditayangkan otak ketika tidur. Tidur siang masih saja ini otak berhasil memutar film fiksi buatannya. Konflik di film ini terlalu terlihat nyata, bangun pusing. Orang-orang di film ini juga biasa. Kecuali yang satu, yang menjemput tapi terlambat di film ini.
Siapa kamu tiba-tiba bisa aku minta buat jemput, he? Yang punya pemutar film fiksi aja nggak faham.
Kenapa hobi kamu senyam-senyum di film ini? Nggak ada yang lucu. Sedang disidang, malah senyam-senyum dengan gelagat santai.
Kenapa kamu yang belakangan ini hobi banget ngebetein tiba-tiba kalem di film?
Otak mencoba merubah pandangan? Hampir berhasil. Tidak, tapi akhirnya juga berusaha digagalkan.
Gagal, gagal untuk tidak memikirkan. Sampai-sampai menyapu jalanan itu lagi dengan ban motor. Melewati TKP dalam kehidupan nyata. Kemudian, wuss flashback. Terima kasih untuk usahanya, Otak. Kamu sukses.
Rasanya sekarang masih berpikir kalau kamu masih kalem. Seakan..
"senyuman kalemmu itu, buat aku dag dig dug melulu"
Nggak. Nggak melulu. Hanya saat film diputar dan itupun bukan kehidupan nyata. Nyatanya lengkungan itu tidak sekalem di film.
Nyatanya sekarang, hari ini sudah jauh jauh jauh lebih semrawut dbanding di film.
Nyatanya, aku sekarang tidak bisa sekedar wadul tentang kebetean dan lain-lain.
Sekarang sudah beda, film fiksi mengacaukan semuanya lagi.

Friday, August 17, 2012

17

Kalo kata orang, umur 17 kan udah gede soalnya udah punya KTP. Kalo belum bikin KTP gimana? nah.
Kemarin, tanggal 12 aku 17. Kalo kata orang-orang, sweet seventeen gitu ciyee.
Hihihihi nggak nyangka udah 17 tahun mendarat di Bumi. Hidup, nafas, makan, tumbuh, tapi belum berkembang biak. 17 tahun itu lama ya, semakin berfikir kayaknya kok selama 17 tahun ini banyak waktu yang kebuang sia-sia buat nyante-nyante. Udah 17 tahun di dunia harusnya udah semakin sadar tugas pentingmu apa. Tugas penting? Membahagiakan orang tua, memikirkan kehidupan dunia-akhirat. Bukan memikirkan kesenangan diri sendiri semata. Minta ini-itu ke mama bapak, tapi belum memberikan timbal balik apapun ke mereka. Aku belum bisa ngganti seua yang udah mereka kasih kok. Nah makanya, karena udah 17 tahun hidup, setidaknya aku harus sudah memikirkan semua ke depan kan. Tapi ya gini deh... butuh proses. Prosesnya udah mulai digalakan sejak sebelum tujuh belas, tapi progressnya masih nyiput, belum ngejet. Membahagiakan orang tua tentunya belum apa-apa, belum dapet apa-apa.
Kehidupan dunia? belum terpikirkan untuk cita-cita masa depan. Cita-cita jelas, jadi orang sukses. Tapi jalan menuju kesuksesan pake apa? Nggak seenak kata Friesca kecil, "Aku mau jadi Astronot". Kalo sekarang dipikir.. Sungguh? Aku dulu terobsesi jadi astronot biar bisa lihat Bulan. Cita-cita masa kecil yang kalo dipikirkan di masa sekarang rasanya kok susah banget-bangetan berkali-kali lipat untuk direalisasikan. Astronot? Wes kono krukupan nganggo akuarium iwak wae Fries. Boro-boro cita-cita, mau ambil fakultas apa aja masih... hihihihi galau. Makin gede galau jadi bercabang kemana-mana. Dikit-dikit terbawa suasana galau akademis. Dilema anak kelas dua belas adalah galau akademis. Kalo mau jadi astronot, kuliahnya dimana ya? Cukup.
Kehidupan di Akhirat? Selama 17 tahun hidup aku yakin dosaku banyak kok. Sadar diri kalo masih rajin bikin dosa.... galau iman dan takwa.
Di tahun ke tujuh belas kehidupanku ini, Friesca ingin semuanya dilancarkan oleh Allah. Mulai dari akademis, ibadah, dan usaha-usaha Friesca semuanya diridhoi oleh yang di Atas. Friesca berharap agar di kemudian hari bisa menentukan pilihan (ciye berasa apa) menentukan pilihan masa depan agar tidak galau akademis lagi. Biarkan hidup Friesca lebih banyak tentramnya daripada gelisahnya. Friesca ingin jadi anak yang berbakti kepada mama-bapak dan jadi anak sholehah. Sukses di kehidupan dunia dan akhirat. Pengen juga rasa sayang ke mama-bapak, Sasa-Najwa, semua keluarga dan teman-teman ditambah. Amiin

Sunday, August 12, 2012

Sudah cukupkah ke belakang?

Hari ini aku dipaksa untuk berlari lagi ke belakang. Awalnya, aku kira ini akan terus berjalan ke depan tanpa ada paksaan perasaan dan otak untuk kembali ke semua yang sudah tertinggal di belakang.
Beberapa kata bikin pikiran melayang layang nemplok kesana sini. Seenaknya menclok ke hal-hal yang sudah lama terlupakan. Topik yang dibahas bukan hanya harapan masa depan, tapi juga apa yang ada di belakang. Saat muncul kata kunci dengan huruf awal "m" semuanya buyar. buyar berpencar kemana-mana. Ke conversation, masalah dan perasaan kala itu.
"hihihihihi" , hanya bisa ketiwi ketiwi ketika harus mengingat semuanya. Aku tidak berusaha memancing, tapi terpancing. Ibarat sudah ada cacing, hanya tinggal menyiapkan kail dan hap! Auh memori tertangkap!
satu jam lebih cukup membuat aku kembali ke belakang. belakang yang sudah sangat di belakang yang bahkan semuanya sudah hampir berubah total. Kecuali subjek disini, masih ada dua orang yang sama yang terlibat dalam satu percakapan. Masalah bahasa, kedewasaaan dan masalah masing-masing? tentu sudah sangat berbeda dengan yang ada di belakang. Dulu kita tingkat delapan, sekarang kita sudah dua belas. terpaut sekitar tiga tahun. Tiga tahun itu lama.
kamu memang tertinggal, sudah terlalu lama terkubur? baru bangkit dari kubur ya? yah sedih, ternyata udah lama banget ya. Sudah terlalu lama tertumpuk hal lain.
Disaat kebiasaan lama dibahas, itu membuat lariku bertambah liar ke belakang. Berhenti di area area belakang yang hanya tinggal potongan skenario. Tidak utuh, hal-hal yang masih ada saja. Dialog-dialog belakang dengan cepat muncul, film kuno tiga tahun lalu mulai terputar di kepala yang masih bingung dilanda kegalauan akademis akibat topik pembicaraan.
Sial. Aku kurang kuat berdiri di tempat semula, malah terbawa arus ke balakang lagi.
Tebak, setelah ini. Setelah ini masihkah akan ada? Atau hanya sampai disana tadi? ketika barang yang menjadi korban kebiasaanmu kehilangan tenaga?
Entahlah, sekarang tidak akan menebak-nebak. Karena menebak dan akhirnya salah itu rasanya hancur.

Friday, August 10, 2012

Belajar dulu, masalah pria nanti saja

Kalo kata Emir, "Belajar dulu, masalah wanita saja"
Kalo kataku "Belajar dulu, masalah pria nanti saja"
Sekarang udah kelas XII, udah mau jadi anak besar. Besar umur, besar karirnya juga. Seharusnya, harus itu.
Kelas ini waktunya belajar, apalagi buat mulungin materi yang kecer di tengah jalan kelas sepuluh sebelas. Gila, mulungnya harus ekstra. Terlalu banyak yang harus dipungutin, terlalu banyak yang kecer. Kalo katanya sih, gogrok di tengah jalan.
Kalo dulu kelas sepuluh isinya buat adaptasi, membahagiakan diri dengan pusing berusaha buat ambil jurusan.
Kelas sebelas? Main mentok kemana-mana, kesana-sini, seharusnya juga dituntut untuk mempertahankan nilai kelas sepuluh. Tapi ya gitu, namanya juga kelas sebelas. Puncaknya males. Naik sih naik, tapi yang lain juga naik, sama aja sih.
Sekarang kelas dua belas? Hyaa baru juga sebulan, tapi udah stres duluan mikirin jadwal yang bakalan mid, ulangan umum, disusul ujian praktek, ujian tertulis, unas, habis itu tes masuk kuliah yang masih belum jelas mau gimananya. Merasa belum siap, tapi kenapa rasanya diri sendiri nggak bisa diajak buat bangun, naik jet, nggak leyeh-leyeh gini.
Cita cita mau jadi apa belum jelas. Haruskah aku jadi astronot biar bisa pergi ke Bulan? Itu cita cita masa kecil, kalo mau merealisasikannya sekarang, otakku harus dibuat jadi gimana? disetrum? Kalo kebayang kerja di NASA gitu, asik ya. Otaknya juga harus asik, nggak sok asik lagi.
Nah, kelas dua belas harusnya kan udah fokus ke belajar, tapi pikiran masih buka cabang aja.
"Belajar dulu, masalah pria nanti saja" Bisa.... bisa laah... Pika sudah biasa untuk mengesampingkan masalah ini, sudah terlalu lama tidak ambil pusing dengan masalah ini kok. Karena pika kecil bilang "Aku nggak mau pacaran pas masih SMA ma" sepertinya di Aminin sama Allah. Sekarang rasanya kok ya kober buat mikirin masalah pria. Mentok-mentoknya hanya pria-pria kecil yang nyantol di pikiran. Eh bukan... bukan... Pria kecil yang Ale, Emir... Ah udah, pria kecil dua ini sudah terlalu membuat aku begitu freak. Pria besar... Freddie Highmore. Pria-priaku ya ini aja sih, rasanya kalo sebelah tangan Pika nggak akan sakit hati. Lo kata sebelah tangan, liat tangan asli mereka aja belum pernah. Jadi kalo buat masalah pria, sudah oke lah. Hanya tinggal menghentikan pembukaan cabang baru dan menghentikan kerjasama dengan kemalasan, kengantukan dan lain-lain. Yang penting, belajar dulu Fries... belajar ya....